Artikel
Lahuddu: Capila Beras Mahal

Restorasi News| Di sebuah lorong sempit dekat pasar Pabaeng-baeng, Lahuddu duduk di bangku plastik merah sambil memelototi timbangan digital. Di depannya, Capila—ibu-ibu tangguh sekaligus penyambung lidah emak-emak kompleks—menghela napas sambil menenteng dua liter beras plastik bening.
Lahuddu:
“Eh Capila… kenapa mukta mami kayak baru dapat kabar mantan kawin?” 😏
Capila:
“Astaga Lahuddu! Ini beras dua liter kutebus tadi Rp22 ribu! Dan satunya… kayak makanan ayam. Pas tak masak, nasi na pungkel-pungkel kayak dilem!” 😤
Lahuddu:
“Eh… beras Rp10 ribu satu liter? Itu bukan beras, Pi. Itu semacam cobaan hidup!” 🤣
Capila:
“Kukira tadi untung. Na bilang penjual, ‘ini murah Bu, cocok buat keluarga besar’. Kupikir saya disayang, ternyata keluarga ayam na maksudnya!”
Mereka tertawa keras sambil menggigit kerupuk udang.
Lahuddu:
“Dulu kubilang swasembada pangan itu artinya kita mandiri. Tapi sekarang? Swasembada = ‘susah warganya, senang bandarnya!’” 😑
Capila:
“Astagaaaa, padahal di TV bilang stok aman. Tapi kenyataan, di Alfamart kosong, di pasar harga terbang kayak drone!”
Lahuddu:
“Untung perut kita punya standar. Tidak bisa ditipu. Harus Rp12 ribu punya kualitas! Kalau di bawah itu… hanya bisa masuk hati, bukan lambung!” 😆
Capila:
“Makanya saya heran, Lahuddu. Beras mahal, minyak goreng naik, gas langka. Tapi janji pemilu lalu? Masih tersimpan rapi di baliho.”
Lahuddu (sambil ngopi):
“Yah… kita hidup di negara yang katanya makmur, tapi emak-emak makin kurus bukan karena diet, tapi karena hemat!”
Penulis:Icky| Editor: Angel
