Kota
PD Parkir Sebut Drainase Bisa Jadi Lahan Parkir, PUKAT: Pernyataan Sesat!

Restorasi News| Makassar – Polemik parkir di sekitar Rumah Sakit Bhayangkara Makassar kembali memicu kontroversi. Salah satu keluarga pasien mengaku dikenai tarif parkir sebesar Rp3.000 tanpa karcis saat memarkir kendaraan di samping rumah sakit. Keluhan ini pun memperkuat dugaan bahwa tata kelola parkir di Kota Makassar semakin semrawut.
Seorang warga bernama Dedenk, yang juga kerap memarkir kendaraannya di kawasan tersebut, membenarkan kejadian serupa. Bahkan, menurutnya, tarif parkir kadang bisa mencapai Rp10.000 atau Rp5.000, dan harus dibayar di awal.
“Saya juga sering disuruh bayar Rp10.000, kadang Rp5.000. Itu dibayar duluan. Ini kan aneh, tapi tetap saya bayar soalnya takut nanti mobil saya diapa-apain,” ungkap Dedenk.
Sementara itu, Humas PD Parkir Makassar, Hasrul, menjelaskan bahwa area tersebut bukan bahu jalan, melainkan tepi jalan, sehingga masih dapat dijadikan lahan parkir sesuai dengan Perda Nomor 17 Tahun 2006. Bahkan ia menyebut area di depan RS Bhayangkara yang berada di atas drainase sah-sah saja digunakan untuk parkir karena perbaikannya dilakukan oleh pihak rumah sakit, bukan oleh pemerintah kota.
“Kalau area itu diperbaiki oleh pihak rumah sakit dan merupakan bagian tepi jalan, maka bisa dijadikan tempat parkir,” kata Hasrul.
Namun pernyataan tersebut mendapat kritik tajam dari Direktur PUKAT, Farid Mamma, SH., MH., yang menyebut bahwa Hasrul tidak memahami aturan dan regulasi tata ruang secara utuh.
“Hasrul itu sebaiknya banyak baca aturan. Mana bisa di atas drainase dijadikan lahan parkir hanya karena diperbaiki pihak rumah sakit? Itu drainase dibangun dari anggaran negara—itu fasilitas publik!” tegas Farid.
Farid mengutip beberapa regulasi penting seperti UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, serta UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dengan jelas melarang pemanfaatan bahu jalan, sempadan jalan, dan drainase sebagai tempat parkir.
“Parkir di Kota Makassar sudah sangat semrawut. PD Parkir justru membuat pernyataan menyesatkan. Tepi jalan bukan berarti bebas dijadikan tempat parkir, apalagi kalau itu adalah bahu jalan atau sempadan jalan,” tambahnya.
Farid juga menyoroti maraknya penarikan retribusi parkir tanpa karcis resmi dan sistem pembayaran parkir yang dilakukan secara tidak transparan di lapangan.
“Kami meminta Wali Kota untuk membubarkan PD Parkir Makassar. Kembalikan pengelolaan parkir ke Dinas Perhubungan. Hanya di Makassar saya lihat parkir dikelola oleh pihak ketiga yang tidak profesional dan lebih banyak merugikan masyarakat,” tutupnya.