Hukum
Skandal Penjualan Arsip: YLB MIM Desak Proses Hukum, Inspektorat Wajo Membela Diri

Restorasi News| WAJO – Kasus dugaan penjualan arsip negara di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Wajo terus menuai sorotan. Yayasan Lembaga Bantuan Masyarakat Indonesia Madani (YLB MIM) mendesak agar kasus ini tidak hanya ditangani sebagai pelanggaran administrasi, tetapi juga diproses secara hukum. Sementara itu, Plt. Kepala Inspektorat Wajo membantah tuduhan tebang pilih dalam penanganan kasus ini.
Inspektorat Wajo: Sudah Sesuai Aturan
Plt. Kepala Inspektorat Wajo menyatakan bahwa dalam menangani kasus ini, pihaknya tidak menggunakan KUHP karena bukan lembaga penyidik. Inspektorat hanya berpegang pada UU ASN dan PP 94/2021 tentang Disiplin ASN.
“APIP tidak bisa menggunakan KUHP dalam pemeriksaan karena bukan penyidik. Kami merujuk pada Pasal 13 huruf a PP 94/2021, yang menyebutkan bahwa memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang milik negara secara tidak sah adalah pelanggaran disiplin,” jelasnya.
Menurut Inspektorat, hukuman yang diberikan kepada ASN yang terlibat dalam kasus ini sudah sesuai dengan dampaknya. “Jika dampaknya hanya ke OPD, hukumannya ringan. Jika ke negara, hukumannya berat. Kami sudah merekomendasikan hukuman tingkat sedang dan pengembalian uang Rp7 juta ke kas daerah,” tegasnya.
Terkait nilai transaksi, Inspektorat menegaskan bahwa Rp7 juta adalah angka yang diperoleh dari keterangan saksi, termasuk pengepul. “Tidak ada saksi yang menyebut angka Rp20 juta,” tambahnya.
Selain itu, Inspektorat juga membantah tuduhan tebang pilih. “Dalam pemeriksaan, ada saksi yang meminta hukuman diperberat, termasuk usulan agar hukuman setara dengan kasus Andi Tuti. Artinya, saksi yang dimintai keterangan tidak hanya yang meringankan,” tandasnya.
YLB MIM: Inspektorat Tidak Bisa Berlindung di Balik PP ASN
Menanggapi pernyataan Inspektorat, Ketua YLB MIM, Hadi Sutrisno, menilai bahwa kasus ini tidak bisa hanya diproses sebagai pelanggaran disiplin ASN.
“Kami menghormati mekanisme internal Inspektorat, tetapi jangan jadikan PP 94/2021 sebagai tameng untuk menghindari aspek pidana. Jika benar ada penjualan arsip negara, ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan kejahatan yang harus diproses sesuai hukum pidana,” tegas Hadi.
Hadi juga mempertanyakan perbedaan sanksi yang dijatuhkan. Menurutnya, jika seorang ASN seperti Andi Tuti bisa mendapatkan hukuman berat, mengapa dalam kasus penjualan arsip hanya dikenakan hukuman sedang?
“Jika ASN yang memperjuangkan pelayanan sesuai aturan justru mendapat sanksi berat, sedangkan pelanggaran yang terbukti seperti penjualan arsip hanya dihukum ringan, ini mencurigakan. Apakah ada perlakuan istimewa terhadap pihak tertentu?” katanya.
Nilai Transaksi Harus Diaudit
YLB MIM juga menyoroti perbedaan angka yang beredar terkait nilai transaksi penjualan arsip. Inspektorat menyebut hanya Rp7 juta, tetapi ada informasi bahwa jumlah sebenarnya mencapai Rp20 juta.
“Jika memang benar angka Rp20 juta, berarti ada yang ditutupi. Perlu dilakukan audit independen untuk memastikan kebenarannya,” ujar Hadi.
Desakan Proses Hukum
Hadi menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini agar tidak berhenti di tingkat Inspektorat.
“Kami mendesak Pemkab Wajo, khususnya Bupati terpilih, untuk membuka kembali kasus ini dan melibatkan aparat penegak hukum. Jika ada unsur pidana, harus diproses sesuai KUHP, bukan hanya dijatuhi sanksi administrasi,” tegasnya.
YLB MIM juga siap membawa masalah ini ke Ombudsman dan aparat hukum jika tidak ada tindakan tegas dari pemerintah daerah.
“Kami ingin melihat apakah pemerintah Wajo benar-benar menjunjung tinggi keadilan atau hanya melindungi segelintir orang. Keadilan harus ditegakkan untuk semua ASN, bukan hanya bagi mereka yang memiliki koneksi kuat,” tutupnya.
Laporan Tim Redaksi
