Hukum
Kemahalan Harga Proyek Kapal Keruk: Cermin Lemahnya Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa

RestorasiNews| Siang waktu itu, suasana di lokasi proyek pemindahan kapal keruk IMS di sebuah kawasan pelabuhan tampak sibuk. Kapal keruk yang menjadi objek pekerjaan terlihat diam di tengah perairan, sementara beberapa pekerja berseragam dengan memakai helm pengaman sibuk memindahkan peralatan berat. Namun, di balik kesibukan tersebut, tersimpan cerita lain yang memantik perhatian publik: dugaan kemahalan harga dalam pengadaan proyek ini.
Proyek pemindahan kapal keruk dan perbaikan engine kapal IMS yang dikontrak senilai Rp124.749.998.000 ternyata mengandung potensi kelebihan pembayaran hingga mencapai hampir setengah miliar.
Temuan ini bukan hanya mencerminkan ketidaktepatan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), tetapi juga memperlihatkan lemahnya pengawasan dalam tata kelola pengadaan barang dan jasa pemerintah.
HPS yang Bermasalah, Regulasi yang Dipertanyakan
Penyusunan HPS merupakan elemen krusial dalam pengadaan barang dan jasa, yang menjadi dasar penentuan nilai kontrak. Namun, dalam proyek ini, HPS disusun dengan memasukkan komponen biaya tidak langsung dan keuntungan penyedia jasa hingga 15%. Langkah ini dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan mengacu pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021.
Padahal, pekerjaan dengan satuan lumpsum seharusnya tidak mencakup biaya tidak langsung tersebut. Penerapan regulasi yang tidak tepat ini mengakibatkan pembengkakan anggaran yang seharusnya bisa dihindari.
Ketua YBH MIM menilai bahwa penerapan ini mencerminkan kurangnya kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran. “Regulasi memang memberi ruang untuk tambahan biaya, tapi jika diterapkan tidak sesuai konteks, itu menjadi penyalahgunaan yang membebani negara,” tegasnya.
Potensi Pemborosan yang Mengkhawatirkan
Kelebihan pembayaran mencapai setengah miliar dari nilai kontrak menunjukkan ketidakefisienan yang tidak bisa diabaikan. Proyek ini, yang direncanakan untuk mendukung pengaliran lumpur ke Kali Porong, justru terjebak dalam kontroversi terkait pengelolaan anggaran.
“Anggaran sebesar ini semestinya dialokasikan secara tepat untuk manfaat langsung masyarakat. Ketika terjadi kemahalan harga seperti ini, wajar jika kepercayaan publik terhadap pemerintah menjadi terganggu,” ujar Hadi ketika ditemui usai ngopi di salah satu cafe. Senin 27 Januari 2025
Cermin Buram Pengelolaan Anggaran
Kasus ini menjadi bukti bahwa pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa masih jauh dari memadai. Tanpa perbaikan sistemik, bukan tidak mungkin kejadian serupa akan terus terulang, yang pada akhirnya merugikan negara dan masyarakat.
Setiap rupiah yang dialokasikan negara adalah amanah yang harus dijaga dengan baik. Di tengah keterbatasan anggaran, pemborosan seperti ini hanya akan menjadi ironi yang melukai kepercayaan publik.
Sudah saatnya pemerintah menjadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga untuk memperbaiki tata kelola pengadaan barang dan jasa demi mewujudkan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik.
Penulis: Icky
Editor: Indah
