Terhubung dengan kami

Hukum

PPK Diduga Bermain dalam Pemberian Adendum Kedua Proyek Ruas Jalan Tammuloe-Lauwa

Restorasi News| Makassar, 25 Januari 2025 – Proyek penanganan long segment yang mencakup pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, hingga peningkatan/rekonstruksi Ruas Jalan Tammuloe-Lauwa, Borongbaji, hingga Malewang-Maronde kembali menjadi sorotan. Dugaan adanya permainan dalam proses pemberian adendum kedua proyek senilai Rp11,05 miliar ini semakin mengemuka setelah ditemukan sejumlah kejanggalan.

Proyek yang dikerjakan oleh CV MJP berdasarkan kontrak Nomor 4169-DAK/KONTRAK/PPK-BM/DPUPRPKP/II/2023, dengan masa pelaksanaan selama 210 hari sejak 7 Februari hingga 4 September 2023, telah diberikan dua kali perpanjangan waktu melalui adendum. Adendum pertama memperpanjang pekerjaan hingga Desember 2023. Namun, meskipun progres pekerjaan tidak sesuai dengan target, PPK kembali memberikan adendum kedua.

“Seharusnya, PPK sudah bisa menganalisa bahwa penyedia jasa tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai adendum pertama. Langkah yang benar adalah pemutusan kontrak, bukan memberikan tambahan waktu melalui adendum kedua,” ungkap Hadi Soetrisno, SH, Ketua YBH MIM.

Keterlambatan dan Denda yang Tidak Maksimal

Hadi menjelaskan bahwa berdasarkan data yang diperoleh, pada 22 Februari 2024 terungkap bahwa proyek mengalami keterlambatan hingga 76 hari. Akibatnya, penyedia jasa dikenakan denda keterlambatan dengan nilai puluhan juta rupiah. Namun, besaran denda tersebut belum sepenuhnya dipungut, sehingga memunculkan potensi kerugian daerah.

Kondisi ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengatur bahwa penyedia jasa wajib dikenakan denda sebesar 0,1% dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan.

Indikasi Permainan dalam Adendum Kedua

Adendum kedua yang diberikan oleh PPK ditengarai tidak sesuai prosedur. Dalam aturan pengadaan, adendum hanya boleh dilakukan dengan alasan mendesak, seperti kondisi force majeure. Namun, dalam proyek ini, tidak ada alasan mendesak yang terungkap.

“Pemberian adendum kedua menunjukkan indikasi permainan atau kelalaian PPK dalam mengelola kontrak. Hal ini tidak hanya melanggar prinsip efisiensi, tetapi juga merugikan daerah dan masyarakat yang seharusnya sudah merasakan manfaat dari proyek ini,” ujar Hadi.

Rekomendasi dan Tindakan Tegas

Menyikapi persoalan ini, Hadi mendesak Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan audit khusus terhadap dasar pemberian adendum kedua. Selain itu, Kepala Dinas PUPRPKP diminta untuk mengevaluasi kinerja PPK dalam menangani proyek ini agar hal serupa tidak terjadi pada proyek-proyek lain di tahun anggaran 2024.

“Jika ditemukan adanya pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang, sanksi tegas harus diberikan, baik kepada PPK maupun penyedia jasa. Proyek publik tidak boleh menjadi ajang permainan yang merugikan masyarakat,” tegas Hadi.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas PUPRPKP belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan permainan dalam pemberian adendum kedua proyek ini.

Laporan: Icky
Editor : Indah

Klik untuk komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terpopuler

error: Content is protected !!